Rabu, 29 April 2009

Salah Satu Kebijakan Depdiknas


Kebijakan dalam rangka peningkatan tata kelola, akuntabilitas, dan pencitraan publik pendidikan secara keseluruhan dapat digambarkan sebagai berikut.

1. Peningkatan sistem pengendalian internal berkoordinasi dengan BPKP dan BPK; untuk mewujudkan pengelolaan pendidikan yang bersih efektif, efisien, produktif dan akuntabel. Sistem pengendalian internal sangat penting dikembangkan guna mendeteksi penyimpangan secara dini dan menumbuhkan tanggung jawab melalui proses evaluasi diri. Sistem ini tidak hanya dikembangkan dalam pengelolaan pendidikan di tingkat pusat, tetapi hingga tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Keterlibatan masyarakat dalam pengawasan pembangunan pendidikan juga ditingkatkan.

2. Peningkatan kapasitas dan kompetensi aparat Inspektorat Jenderal; pada tahapan ini, menetapkan program pengembangan aparat pengawas, menjadi fokus utama di samping pengembangan sistem pengawasan Inspektorat Jenderal Depdiknas. Standar kompetensi auditor telah disusun dan direncanakan digunakan sebagai standar untuk mengukur kompetensi auditor dan mendisain pengembangan kompetensi melalui pendidikan formal atau nonformal. Pengembangan sistem pengawasan dilakukan melalui pengembangan teknik pengawasan dan pendekatan pengawasan. Audit kinerja sebagai suatu teknik pengawasan dan kemitraan sebagai suatu pendekatan audit yang dikembangkan untuk meningkatkan kapasitas pengawasan yang lebih baik. Pada saat ini audit kinerja dilaksanakan pada pengawasan perguruan tinggi.

3. Peningkatan kapasitas dan kompetensi aparat perencanaan dan penganggaran; kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas nasional dalam perencanaan, pengelolaan, dan penyelenggaraan pelayanan pendidikan berbasis kinerja, melalui: (a) perbaikan kapasitas untuk merancang dan melaksanakan kebijakan, strategi, dan program-program Renstra Diknas 2005-2009; (b) pengembangan strategi manajemen kurikulum, bahan ajar dan manajemen pembelajaran untuk identifikasi, advokasi, dan penyebarluasan praktek-praktek terbaik (best practices) dalam pengelolaan pendidikan tingkat kabupaten/kota dan/atau satuan pendidikan; dan (c) mengembangkan sistem kerja sama untuk perencanaan, pengelolaan, dan monitoring kinerja sistem pendidikan secara menyeluruh. Program pengembangan kapasitas pusat/provinsi bertujuan untuk memberikan bantuan teknis, monitoring kinerja, dan manajemen strategis kepada kabupaten/kota dan satuan pendidikan.

4. Peningkatan kapasitas dan kompetensi managerial aparat; untuk meningkatkan akuntabilitas pengelolaan pendidikan perlu dilakukan pengembangan kapasitas aparatur pemerintah baik di pusat maupun di daerah. Pengembangan kapasitas para pengelola pendidikan dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu pengembangan kapasitas pengelola pendidikan pada tingkat pemerintahan (pusat, provinsi dan kabupaten/kota) dan pengelola pelayanan pada tingkat satuan pendidikan. Pengembangan kapasitas pengelola dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan pengelola dalam pelayanan pendidikan yang efektif, inovatif, efisien, dan akuntabel.

5. Peningkatan ketaatan pada peraturan perundang-undangan; beberapa kegiatan untuk mendorong dan mewujudkan lingkungan yang kondusif bagi peningkatan kedisiplinan, kinerja, dan akuntabilitas seluruh aparat pengelola pendidikan, melalui peningkatan pengawasan dan akuntabilitas aparatur negara.

6. Penataan regulasi pengelolaan pendidikan dan penegakkan hukum di bidang pendidikan; menjawab berbagai permasalahan dan tantangan masa depan pendidikan, instrumen peraturan perundang-undangan, kebijakan, pedoman, standar, dan aturan pelaksanaan teknis lainnya menjadi prioritas yang tidak kalah penting untuk terus disempurnakan dan dikembangkan serta penegakkan hukum di bidang pendidikan ditingkatkan.

7. Peningkatan citra publik; di samping terus melakukan dan memantau program, kebijakan, dan kegiatan pembangunan nasional, Depdiknas juga perlu melakukan sosialisasi kepada publik tentang apa yang direncanakan, yang telah dilakukan, dan bagaimana melakukan perbaikan. Selain untuk melakukan sosialisasi, paparan kepada publik juga dapat menjadi sarana peningkatan citra Depdiknas dan Sisdiknas itu sendiri. Melalui paparan tersebut, diharapkan ada masukan dari seluruh masyarakat, khususnya pemerhati pendidikan nasional.

8. Peningkatan kapasitas dan kompetensi pengelola pendidikan; pada era desentralisasi pendidikan ada gejala penurunan kualitas dan kompetensi pengelola pendidikan baik yang berada di pusat, provinsi, kabupaten/kota, dan satuan pendidikan. Untuk ini, berbagai bentuk dan model pendidikan dan pelatihan untuk pemenuhan kebutuhan tersebut akan dikembangkan.

9. Pelaksanaan Inpres Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan KKN; sebagai wujud pelaksanaan Inpres Nomor 5, maka Departemen Pendidikan Nasional telah menyusun Tim Rencana Aksi Nasional Percepatan Pemberantasan Korupsi dengan Surat Mendiknas Nomor 027/P/2005. Rencana aksi ini dilakukan dengan melibatkan secara aktif unit utama Departemen untuk secara dini merencanakan aktifitas kegiatan untuk mencegah dan memberantas korupsi. Selanjutnya diikuti dengan kegiatan monitoring dan evaluasi yang berkesinambungan, atas pelaksanaan rencana aksi yang telah ditetapkan.

10. Intensifikasi tindakan-tindakan preventif oleh Inspektorat Jenderal; kegiatan ini dilakukan melalui pengawasan dini yaitu pengawasan oleh Inspektorat Jenderal untuk memeriksa program dan kegiatan yang akan berjalan dari unit kerja di lingkungan Departemen Pendidikan Nasional, dan bertujuan untuk mendeteksi program yang telah disusun, apakah dapat mencapai sasaran yang telah ditentukan, dan dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang berlaku.

11. Intensifikasi dan ekstensifikasi pemeriksaan oleh Itjen, BPKP, dan BPK; kegiatan intensifikasi pengawasan dilakukan dengan meninggalkan konsep pengawasan internal tradisional, dimana akuntansi dipandang sebagai perhatian utama pengawasan internal, menuju konsep pengawasan modern, dimana pengawasan merupakan bagian dari manajemen yang menuntut peran yang lebih daripada sebagai kontrol tetapi juga sebagai supervisor. Penggunaan dan pengembangan teknik pengawasan juga menjadi prioritas dalam program pengawasan Inpektorat Jenderal. Pengawasan kinerja menjadi tekanan pengawasan sesuai dengan basis pengelolaan keuangan negara yang berdasarkan kinerja. Kegiatan ekstensifikasi dilakukan melalui peningkatan jumlah aparat pengawasan (auditor pendidikan), perluasan jumlah sasaran pengawasan, dan lama hari pengawasan.

12. Penyelesaian tindak lanjut temuan-temuan pemeriksaan Itjen, BPKP, dan BPK; pengawasan tidak akan ada maknanya apabila pemeriksaan tidak ditindaklanjuti. Untuk itu diperlukan pemantauan terhadap tindak lanjut yang telah dilakukan oleh obyek pemeriksaan, untuk mengetahui apakah tindak lanjut yang dilaksanakan telah sesuai dengan rekomendasi pemeriksa. Selanjutnya ditentukan pencapaian jumlah dan kualitas atas tindak lanjut/penyelesaian temuan tersebut.

13. Pengembangan aplikasi SIM secara terintegrasi (keuangan, aset, kepegawaian, dan data lainnya); sangat disadari bahwa data-data (keuangan, program, aset, SDM, dan sebagainya) yang ada saat ini seolah-olah saling terpisah. Padahal seyogyanya data itu merupakan bagian yang terintegrasi dan tidak terpisahkan satu dengan yang lainnya. Membangun sistem yang dapat mengintegrasikan semua data yang dibutuhkan dalam mengelola Departemen menjadi hal yang sangat mendesak untuk dilakukan. Selain untuk memperkecil terjadinya kesalahan manusia (human error), sistem tersebut dapat mengurangi pengulangan kegiatan pencatatan.

Program Penguatan Kebijakan Depdiknas dengan RPJM Bappenas


PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dinyatakan bahwa salah satu tujuan Negara Republik Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan untuk itu setiap warga negara Indonesia berhak memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai dengan minat dan bakat yang dimilikinya tanpa memandang status sosial, ras, etnis, agama, dan gender. Pemerataan dan mutu pendidikan akan membuat warga negara Indonesia memiliki keterampilan hidup (life skills) sehingga memiliki kemampuan untuk mengenal dan mengatasi masalah diri dan lingkungannya, mendorong tegaknya masyarakat madani dan modern yang dijiwai nilai-nilai Pancasila.

Upaya untuk membangun manusia seutuhnya sudah menjadi tekad pemerintah sejak Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) I Tahun 1969—1974, namun selama ini pembangunan pendidikan nasional belum mencapai hasil sesuai yang diharapkan. Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) selaku penanggung jawab sistem pendidikan nasional bertekad mewujudkan cita-cita luhur tersebut, diawali dengan menyusun Rencana Strategis (Renstra) Pembangunan Pendidikan Nasional Tahun 2000—2009 yang merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Renstra Depdiknas menjadi pedoman bagi semua tingkatan pengelola pendidikan, mulai dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, satuan pendidikan, dan masyarakat dalam merencanakan dan melaksanakan program pembangunan pendidikan nasional serta mengevaluasi hasilnya.

Tahun 2005, Presiden mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 7 tentang RPJMN Tahun 2004–2009 yang mengamanatkan tiga misi pembangunan nasional, yaitu (1) mewujudkan negara Indonesia yang aman dan damai; (2) mewujudkan bangsa Indonesia yang adil dan demokratis; dan (3) mewujudkan bangsa Indonesia yang sejahtera. Untuk mewujudkannya, bangsa kita harus menjadi bangsa yang berkualitas, sehingga setiap warga negara mampu meningkatkan kualitas hidup, produktivitas dan daya saing terhadap bangsa lain di era global.
Saat ini pembangunan pendidikan nasional belum mencapai hasil sesuai yang diharapkan. Depdiknas selaku pemegang amanah pelaksanaan sistem pendidikan nasional memiliki kewajiban untuk mewujudkan misi pembangunan tersebut. Manusia seperti apa yang ingin dibangun? Perspektif pembangunan pendidikan tidak hanya ditujukan untuk mengembangkan aspek intelektual saja melainkan juga watak, moral, sosial dan fisik perserta didik, atau dengan kata lain menciptakan manusia Indonesia seutuhnya.

Renstra Depdiknas disusun dengan mengacu pada amanat UUD 1945, amandemen ke–4 Pasal 31 tentang Pendidikan; Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Nomor VII/MPR/2001 tentang Visi Indonesia Masa Depan; Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas); UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; UU Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional; UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah; UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen; Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah; PP Nomor 21 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga, dan PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

B. Pengaitan Program dengan Kegiatan Pokok

Agar Indonesia memiliki kesiapan dalam menghadapi tantangan globalisasi dan mampu memanfaatkan peluang yang datang, maka dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Tahun 2005—2025 Pemerintah mencanangkan untuk meningkatkan kemampuan manusia bangsa ini, sehingga memiliki daya saing yang seimbang dengan bangsa-bangsa lain di dunia.

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) selaku badan yang melakukan perencanaan nasional sudah menuangkan program-program Depdiknas ke dalam 15 program (lihat Tabel 1.1). Sementara itu, Depdiknas selaku bagian dari pemerintah yang mendapat amanat untuk melakukan pengembangan manusia dari sisi pendidikan pun telah membuat 39 kegiatan pokok (lihat Tabel 1.1) yang pada intinya mengacu pada tiga misi pembangunan nasional. Ke-39 kegiatan pokok dari Depdiknas ini dapat dikelompokkan pada 15 program dari Bappenas.
 

Copyright © 2008 Designed by SimplyWP | Made free by Scrapbooking Software | Bloggerized by Ipiet Notez | Distributed by id theme